Selasa, 09 Oktober 2012

Acara Adat Pernikahan Batak Toba

Pada umumnya sepasang kekasih yang sudah saling mengenal dan cocok satu sama lain ingin melanjutkan hubungannya ke tahap yang berikutnya. Tahap tersebut yaitu pernikahan. Pernikahan adalah dambaan setiap pasangan kekasih yang sudah serius dalam menjalani hubungan. Menikah ialah dimana sepasang kekasih saling mengucap janji suci untuk mengikarkan hubungan mereka kedalam sebuah rumah tangga yang akan mereka jalani untuk kedepannya.
            Pernikahan pada umumnya dilakukan secara agama, kemudian dapat dirayakan juga dengan perayaan pesta resepsi pernikahan. Berbagai macam resepsi pernikahan yang ada di dunia ini. Di Indonesia sendiri karena terdapat banyak sekali adat suku dan budaya maka terdapat berbagai macam acara adat pernikahan. Artikel kali ini akan membahas tentang adat pernikahan Batak Toba yang telah dirangkum dari berbagai sumber. Berikut tata cara pernikahan adat batak toba :
A.   Marsibuhai – buhai
Ini adalah langkah awal dalam acara pernikahan adat batak. Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/ catatan sipil/ pesta adat, acara dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan, biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya berangkat menuju tempat pemberkatan pernikahan sang mempelai.
Dalam adat batak ada beberapa sebutan atau istilah batak :
  1. Suhut, kedua pihak yang punya hajatan
  2. Parboru, orang tua  pengenten perempuan=Bona ni haushuton
  3. Paranak, orang tua  pengenten Pria= Suhut Bolon.
  4. Suhut Bolahan amak: Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggrakan.
  5. Suhut naniambangan, suhut yang datang.
  6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut.
  7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut.
  8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut.
  9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/ kampung komunitas (daerah tertentu)  yang sama paradaton/ solupnya.
  10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah).
  11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya.
  12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masng pihak.
  13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/ kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan.
  14. Jambar, namargoar yang  dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu.
  15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak.
  16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro".
B.   Prosesi Masuk Tempat Acara Adat
Pada proses kali ini kita ambil contoh di rumah mempelai wanita. Ada juga istilah atau sebutan bagi penatua dalam acara adat. Berikut sebutan atau istilahnya :
·         Raja Parhata/ Protokol Pihak Perempuan= PRW
·         Raja Parhata/ Protokol Pihak Laki-laki    =  PRP
·         Suhut Pihak Wanita = SW
·         Suhut Pihak Pria       = SP
Berikut adalah tata acara :
-          PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.
-          PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula.
-           Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk.
1.      Hula – Hula
2.      Tulang
3.      Bona Tulang
4.      Tulang Rorobot
5.      Bonaniari
6.      Hula – Hula Namarhahaanggi
a.      
b.     
c.       …dst
7.      Hula – Hula anak na manjae

C.   Menerima Kedatangan Suhut Paranak
Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk, rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya 
PRP menyampaikan kepada dongan tubu, bahwa sudah ada permintaan dari Parboru agar mereka memasuki ruangan.
Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu perasatu) yaitu:
-          Hula – hula
-          Tulang
-          Bona tulang
-          Tulang rorobot
-          Bonaniari
-          Hula – hula namarhaha – maranggi
a.      
b.     
c.       Dst
-          Hula – hula anak manjae
PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP& Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacakan PR (Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).

D.   Menyerahkan Tanda Makanan Adat
Penyerahan makanan adat ini dalam bahasa batak dinamakan Tudu – Tudu ni Sipanganon. Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba), pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ ember besar. Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya  semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat/ umpasa :
“Sitiktikma si gompa. Golang – golang pangarahutna. Tung so sadia (otik) pe naung pinatupa. Sai godangma pinasuna.”
E.   Menyerahkan Dengke (Ikan) oleh SW
Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/ berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/ berjalan beriringan bersama)
Simbol inilah yang menjadi harapan kepada pengantin dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).
Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini  dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.

F.    Makan Bersama
Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP), karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.
Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:
Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna. Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna. Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan dengan  mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap.


Setelah acara makan bersama, ada acara penyerahan ulos oleh pihak perempuan. Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu,   pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya  tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat. Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai).
Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai  berikut:

Ulos Namarhadohoan 

No     Uraian Yang Menerima           Keterangan     
A       Kepada Paranak    
         1.     Pasamot/Pansamot          Orang tua pengenten pria       
         2.     Hela                                Pengenten
  Partodoan/Suhi Ampang Naopat           
         1.     Pamarai                             Kakak/ Adik dari ayah pengenten pria    
         2.     Simanggokkon                   Kakak/ Adik dari pengenten pria 
         3.     Namborunya                      Saudra perempuan  dari ayah pengenten pria     
         4.     Sihunti Ampang                  Kakak/ Adik perempuan dari  pengenten pria     

Ulos Kepada Pengantin
No.      Uraian Yang Mangulosi     
A       Dari Parboru/Partodoan         
         1.     Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/ Adik dari ayah pengenten wanita  
         2.     Simandokkon  Kakak/ Adik laki-laki dari pengenten wanita     
         3.     Namborunya (Parorot)  Iboto dari  ayah pengantin wanita      
         4.     Pariban   Kakak/ Adik dari  pengantin wanita      
B       Hula-hula dan Tulang Parboru           
         1.     Hula-hula       1 lembar, wajib
         2.     Tulang  1 lembar, wajib
         3.     Bona Tulang     1 lembar, wajib
         4.     Tulang Rorobot  1 lembar, tidak wajib  
C       Hula-hula dan Tulang Paranak           
         1.     Hula-hula       1 lembar, wajib
         2.     Tulang  1 lembar, wajib
         3.     Bona Tulang     1 lembar, wajib
         4.     Tulang Rorobot  1 lembar, tidak wajib